Friday, July 29, 2016

Tebas

Muhammad menghunus pedangnya.

Kedua tangannya memegang gagang pedang. Pedangnya terulur ke bawah badan di sisi kanan. Mata depan pedangnya menghadap Ryan, yang menyampirkan pedangnya di atas bahu kanan.

Muhammad menyabet maju. Ia mengincar lutut kiri Ryan. Pedangnya menebas naik ke tengah dahi.

Ryan menumbukkan pedangnya turun. Pedangnya menghantam pedang Muhammad.

Pedang Ryan berkertak. Ia memekik. Separuh bilahnya terlontar.

Apabila Muhammad dan Ryan benar-benar bertempur, situasi sudah genting. Namun adu pedang mereka berhenti ketika pedang Ryan patah, dan patahannya ia pungut untuk direkatkan kembali. Pedangnya juga hanya terbuat dari kayu.


Pertempuran ini adalah bagian dari latihan kelompok Gwaith-i-Megyr di Taman Suropati, Menteng. Tiap hari Minggu, sekitar sepuluh anggotanya berkumpul untuk berlatih ilmu bela diri Eropa kuno menggunakan pedang panjang. Di kelompok ini, mereka mempelajari manuskrip bela diri dari akhir abad ke-14. Ada dua mentor yang melatih kelompok ini. Ari mengajarkan teknik Fiore dari Italia, sementara Dani memberi pelajaran teknik Liechtenauer dari Jerman Selatan.

Pedang panjang yang digunakan latihan dibuat dari kayu jati atau kayu kamper. Panjang bilahnya berkisar satu meter. Di antara gagang dan bilah, ada batang silang yang berfungsi untuk melindungi tangan penggunanya agar tidak tersayat mata pedang secara tak sengaja. Selain itu, batang silang ini juga berguna sebagai alat untuk menangkap dan menggiring pedang lawan.

Meski menggunakan pedang kayu ketika latihan, risiko terluka tidak serta-merta hilang. Anggota yang lengah harus ikhlas ketika lengan dan dada mereka terantuk mata pedang. Lecet dan memar menjadi biasa.

Latihan Gwaith-i-Megyr memang banyak berkutat di posisi bertahan, cara tangkisan, dan cara menetralisir serangan. Alasannya? “Bunuh orang pakai pedang itu gampang,” kata Dani. “Yang susah itu gimana caranya kita ngga ikut mati waktu menyerang.”