Friday, June 23, 2017

Menjadi Relawan Selama Berkuliah di Kyoto

//salinan dari http://indonesiamengglobal.com/2017/06/menjadi-relawan-selama-berkuliah-di-kyoto-2/

Menjadi satu-satunya mahasiswa internasional di angkatan saya ketika saya menempuh studi lanjut astronomi di Kyoto University membuat saya kadang merasa terkucil. Untuk menyeimbangkan aktivitas, setelah satu tahun tinggal di Kyoto saya mulai mencari-cari kesempatan beraktivitas menjadi relawan di organisasi-organisasi luar kampus.

Kalau Anda tinggal di Kyoto/area Kansai dan tertarik menjadi relawan aktivitas sosial, saya bisa sarankan beberapa organisasi di bawah ini:

1. IDRO Japan dan It’s Not Just Mud

IDRO dan INJM adalah dua organisasi yang dibentuk untuk membantu pemulihan daerah Tohoku yang terkena tsunami besar pada tahun 2011. Selain mengakibatkan puluhan ribu orang meninggal dan krisis reaktor nuklir di Fukushima, tsunami ini juga mengubah lanskap kota-kota pesisir Jepang. Banyak rumah hanyut, sementara rumah-rumah lain yang masih berdiri tidak lagi bisa ditempati dan harus diruntuhkan. Selain itu, arus tsunami yang kuat ini menyeret berbagai barang-barang menjadi onggokan sampah basah menjijikkan yang perlu dibuang. Oleh karena itu, ketika saya menjadi relawan tim IDRO (2011) dan INJM (2012), saya menyumbang tenaga dengan membantu meratakan rumah (atap, dinding, dan lantai), menyortir sampah (futon basah, kulkas bau, dan kosen jendela), dan membantu pembangunan kantor koperasi nelayan.

Enam tahun pascatsunami, IDRO dan INJM kini mengorganisir mobilisasi sukarelawan ketika ada bencana alam di Jepang, termasuk banjir di Joso (2015) dan gempa di Kumamoto (2016). Kegiatan mereka bisa dipantau melalui facebook IDRO dan INJM.

Bonus: artikel Japan Times tentang aktivitas sukarelawan tanggap bencana di Kumamoto.

Tim IDRO di Funakoshi (Ishinomaki-shi, Miyagi-ken), 2011.

Hamparan sampah pascatsunami di depan SD Funakoshi

2. People Together for Mt. Ogura

Saya bertemu dengan Stephen Gill, pendiri PTO, ketika kami menjadi sukarelawan IDRO pascatsunami. Meski saya ingin berkontribusi lebih banyak, domisili saya di Kyoto waktu itu tentu tidak memungkinkan saya beraktivitas sepanjang waktu di Tohoku. Maka, ketika Stephen menceritakan kegiatan PTO di Gunung Ogura di Kyoto, saya langsung berminat bergabung.

PTO berawal dari keresahan Stephen yang melihat banyaknya sampah yang dibuang sembarangan di Gunung Ogura. Sebagian adalah sampah besar (futon lagi, motor, dan mobil) yang jika dibuang dengan benar pemiliknya harus membayar biaya pengolahan sampah. Secara berkala, PTO mengorganisir aktivitas bersih-bersih punggung gunung dari sampah tersebut. Di minggu-minggu tertentu, mereka juga mengorganisir peremajaan hutan pinus: ini membuat saya merasa macho sekali menebang pohon pinus—sebelum kemudian kepayahan menyeret batangnya. Semua aktivitas dilakukan dengan bonus apresiasi haiku dari Stephen Gill.

Relawan PTO menyingkirkan bangkai motor yang dibuang di Rokucho Pass, Mt. Ogura, Kyoto.
Cari tahu lebih lanjut tentang kegiatan PTO di situs dan facebook mereka.

Bonus: artikel Japan Times tentang aktivitas PTO.

3. Amnesty International (AI) Group 95: Kansai English Language Group

Kalau Anda berpikir saya punya aspirasi terpendam jadi tukang sampah melihat aktivitas saya di Tohoku dan Ogura lalu bertekad tidak mau mengikuti saran saya, saya tawarkan alternatif lain: jadi sukarelawan kerah putih bersama Amnesty International. Di grup ini, saya belajar tentang kondisi advokasi hak asasi di berbagai negara di dunia. Di grup ini, saya bisa ikut menandatangani petisi melawan hukuman mati (ini adalah isu utama yang diangkat Louise Pender, koordinator grup). Saya bisa juga menulis petisi saya sendiri untuk para tahanan hati nurani dari Gambia hingga Amerika.

Menulis surat dan petisi mungkin bukan hal besar. Namun, mengutip kata Anies Baswedan pendiri AI Peter Benenson di tahun 1961, “It is better to light a candle than curse the darkness.” Nyala satu dian memang temaram, namun beribu-ribu dian bisa menjadi benderang.

Ini pula yang menjadi latar belakang Write-for-Rights, kampanye terorganisir Amnesty tiap Desember. Kampanye ini memfokuskan pengiriman petisi dan kartu pos ke sejumlah tertentu aktivis HAM yang keselamatannya terancam ataupun yang sedang ditahan menunggu hasil putusan. Dukungan yang membludak dari berbagai penjuru dunia ini bisa menghasilkan kemenangan-kemenangan yang signifikan.

Anggota Grup 95 AI Kansai di One World for Youth Festival, 2016.
Silakan datang ke pertemuan dwibulanan mereka di pub The Blarney Stone di Umeda. Info selengkapnya bisa ditemukan di grup facebook mereka.

***

Selain grup yang saya ikuti di atas, ada tiga organisasi juga yang mungkin kegiatannya menarik untuk Anda coba:

1) WITH

WITH adalah nonprofit yang berkecimpung di isu imigrasi. Salah satu kegiatan utama mereka adalah pendampingan imigran yang ditahan di kompleks Kansai Immigration Detention Center yang suram di Ibaraki-shi. Ketika saya berkunjung ke pusat tahanan imigrasi ini, saya pulang dengan muram. Saya mengikuti Ibu Sumida, seorang aktivis WITH, bertemu dengan satu tahanan dari Pakistan dan satu tahanan dari Filipina. Di sisi Ibu Sumida, saya merasa tidak berguna. Kemampuan bahasa Jepang saya minimal dan pengetahuan sistem hukum saya nol, apalagi untuk sistem Jepang. Kedua hal di atas menjadikan saya bukan orang yang cakap untuk memberi dukungan ke para tahanan.

Sumida-san meyakinkan saya kalau kadang yang dibutuhkan para tahanan hanyalah kontak yang tetap menganggap mereka manusia. Membaca pengalaman serupa dari Pusat Tahanan Imigrasi di Inggris Raya, mungkin memang ada benarnya. Saat Sumida-san melanjutkan ceritanya, ia mengatakan bahwa Detention Center Ibaraki sebetulnya telah mengalami perbaikan. Di tahun-tahun sebelumnya, tahanan tidur berjejal dan mendapatkan nasi berkutu. Perubahan baru terjadi setelah sebagian tahanan mogok makan hingga meninggal dunia.

Di sisi lain, kalau Anda punya kecakapan di dua bidang di atas, saya mungkin bisa menyambungkan Anda dengan mereka. Leaflet yang saya bawa waktu itu sudah hilang entah ke mana dan nama organisasi mereka betul-betul menyulitkan untuk direka alamatnya di dunia maya.

2) Kizuna Baby

Don’t judge, tapi menurut saya deskripsi programnya sangat menarik perhatian. Anda akan dilatih menjadi sukarelawan yang akan memijat bayi di panti asuhan. Ketika saya tinggal di Kyoto, kegiatan mereka hanya ada di Tokyo dan perluasan ke daerah Kansai masihlah berupa rencana. Jadi keikutsertaan saya pun berakhir sebatas wacana. Kini website mereka menyebutkan ada kegiatan mereka di Kobe, yang tidak terlalu jauh dari Kyoto.

3) Wing

Wing adalah organisasi non-profit di Osaka yang mengelola fasilitas untuk orang-orang dengan disabilitas mental, fisik, ataupun gabungan kedua disabilitas tersebut. Ketika saya berkunjung ke fasilitas mereka, saya jadi lebih peka betapa beratnya tantangan yang harus dihadapi mereka yang memiliki beragam keterbatasan. Di sini, kemampuan bahasa Jepang tentu akan berguna (dan sepertinya akan diasah juga). Saya sebetulnya tidak yakin mereka akan merekrut pelajar yang hanya bisa bekerja paruh waktu (saya dulu ditolak), namun kesempatan mungkin terbuka bagi mereka yang memiliki working holiday visa.

***

Tentu saja, selain yang saya sebutkan di atas, masih banyak organisasi lain yang mungkin menarik minat Anda. Anda mungkin lebih tertarik dengan komunitas intra-kampus (di kampus Kyoto University saya dulu hanya ikut English Speaking Society), komunitas di program Anda, atau di PPI. Di sisi lain, tidak ada salahnya juga mengeksplorasi kegiatan lain yang bisa memperluas lingkaran pertemanan Anda. Semoga tulisan ini bermanfaat!