Saturday, March 8, 2014

Bersilaju dengan Waktu

Aku menumpang di kos Ojan, yang mengukir sejarah baru, menjuarai World Universities Debating Championship kategori English-as-Foreign-Language.

Aku menginap di Uphie, yang menceritakan serunya bekerja mengurusi Pemilu ketika Pemilu mendekat.

Aku makan bersama Tirza, Joan, Denny, dan Apu, dan waktu itu Tirza dan Joan menyesalkan kerja kementerian-kementerian yang melambat ketika Pemilu mendekat. Kerja mereka yang bersinggungan dengan berbagai kementerian membuat komentar mereka relevan.

Aku berkunjung ke kos Denny dan Tirza, yang ternyata hanya sepelemparan batu dari kosku. Denny berkisah tentang berbagai rencana bisnis yang ingin ia kembangkan, dan kilah-kilahnya melepaskan diri dari kungkungan sosial untuk ber"karir".

Aku mengobrol dengan Aino dan saudaranya. Aku bertukar cerita horor jadi guru di Banggai dengan cerita horornya Aino menjalani internship dokter di Bima. Saudaranya bercerita ia akan bersekolah di Kyoto University dan mempelajari neuroscience. Aku bertemu mereka tidak sengaja.

Aku bercakap-cakap dengan Ria, yang mendelik separo tidak percaya, "Kok teman-temanmu keren Syhur? Kok kamu punya teman?" Ria sekarang bekerja mengetes obat kanker.

Aku bertemu Karina, yang berkilah bahwa selain kena kemalangan kehilangan barang-barang berharganya, ia tidak banyak bepergian, dan semuanya "gini-gini aja".

Aku bertemu Kirana, yang telah menetapkan pilihan untuk mulai belajar hal baru, English Lit, dan pasti semuanya tidak akan "gini-gini aja".

Aku bercengkerama dengan Ella, yang kini bekerja sambil ambil MBA. Di sela-sela waktunya, dia menyalakan lagi asa menyingkap surga di perairan Sulawesi Utara.

Aku bertanya pada Firman, seperti apa kerja dia menulis aplikasi Java. Ia sebentar lagi akan bekerja di tempat baru di Malaysia.

Aku makan bersama Ayu dan Rangga. Memang makan dengan wartawan (dan mantan wartawan) energi, tentu saja pembicaraan beralih ke Chevron dan Ciremai.

Aku menemani Ayu mencari kado untuk Cindy, lalu mencari waktu agar bisa bertemu dengan yang ultah, sebelum ia pelesir menjelajah Eropa.

Aku datang menemui Danti yang kakaknya menikah. Setelahnya, ketika aku mengantarkannya ke stasiun, aku bisa menumpahkan kesahku tentang sanak dan kerabat, dan delusi sosial manusia.

Aku menerima Arry menginap di kosku, memberinya tebak-tebakan tentang e-filling pajak sebelum ia menguji kemampuannya untuk mendapat posisi baru yang akan memindahkannya dari Sumbawa.

Aku menawarkan kosku untuk tempat menginap Indras. Kawan senasib beda penempatan, yang gambarnya tidak bisa tidak bikin saya minder secara seni ketika kami duduk bersebelahan untuk seleksi ODP Indonesia Mengajar.

Aku terburu-buru meninggalkan Didin di halte busway setelah ia menginap di kosku usai ia wawancara kerja.

Aku berkilah pada Cahaya tentang lingkar pertemanan dan keimanan. Menariknya, ia berkomentar, "Ini mah kain aja," sembari merujuk ke jilbabnya. Ia baru saja menemukan kalau keping puzzlenya bukan keping yang cocok.

Di pertemuan dengan Korps Donatur Publik Indonesia Mengajar, aku sadar bahwa siklus penguatan dukungan itu nyata. Good will beget good.

Di pertemuan dengan kandidat calon pengajar muda VIII aku sadar bahwa banyak orang-orang hebat rela berusaha untuk ikut membangun bangsa. Aku pun tak tahan untuk tidak mengusili mereka di rangkaian Simulasi Mengajar Direct Assessmentnya.

Di latihan debat SEF ITB, aku senang junior-juniorku berkembang. Agak tertekan memang tidak menyenangkan, tapi mereka toh mengambil kesempatan.

Di Astronomi ITB, aku menyimak cerita Ajeng memaparkan penugasan satu tahun di Kalimantan. Suasananya riang.

Satu tahun dua bulan bertugas di desa, aku melihat Indonesia dengan warna yang berbeda, yang membawaku mengalami Jakarta dengan perspektif kaya. Delapan pekan berlalu, aku hampir tak sempat merasa sendu.

Aku akan bergerak maju.


No comments: