Saturday, August 13, 2011

Enam hari di Tohoku (2/3): Onosaki dan Funekoshi

Sebelumnya: Oshika (1/3)


Hari ini saya terbangun pukul dua pagi, dan seperti malam pertama saya di Ishinomaki Kizuna, Minami Sakai, entah kenapa saya tidak bisa tidur lagi.

Di Kizuna, mungkin karena waktu itu tetangga tidur saya mendengkur kencang. Bisa juga karena setelah satu jam terjaga, tetiba saya merasa ada gempa kecil yang langsung membuat jantung saya berdegup kencang. Setengah menit kemudian setelah nafas kembali teratur saya sadar kalau ternyata memang barusan ada gempa karena kaca jendela barak tidur kami masih berderak. Tapi rupanya hanya saya yang menyadari gempa barusan karena tak ada orang lain yang terbangun.


Tiga jam terjebak di antara kepanasan di dalam sleeping bag dan kedinginan di luar sleeping bag, tahu-tahu langit di luar sudah hampir terang. Pagi menjelang.

Agenda pagi itu berjalan normal: mengantri giliran mandi (mereka punya air hangat!), mengantri kopi, mengantri sarapan, makan sambil mengobrol kecil ringan (makasih Ajeng!), mengantri cuci piring, dan agenda terbesar pagi itu adalah rapat harian.

Sebenarnya saya bukan tipe orang yang suka rapat sih (saya selalu kabur dari Rapat Besar Himastron) karena rapat itu biasanya bertele-tele. Penting sih, biar semua yang ada di situ tahu organisasi A punya agenda apa, organisasi B mau membantu warga di mana, bapak dan ibu C sudah sebulan di situ dan harus pulang jadi sembari mengucapkan terimakasih dan selamat jalan, mari kita ucapkan salam untuk ibu D yang juga baru datang, dan saya yang memasang senjata andalan saya selama dua jam: muka bingung sopan (padahal kaki kesemutan duduk bersila dua jam).

Tapi toh akhirnya rapatnya selesai juga.

Dan muncullah kesulitan pertama: kata Hiroko-San, kata Robert kami bakal menumpang entah-namanya-siapa untuk ke Ishinomaki. Tapi ada perubahan rencana karena yang mau ditumpangi ngga ada. Untungnya ada Sheila dan sedan kecilnya (yang sempat rusak waktu dikendarai dari Kyoto ke Ishinomaki).

Berlima kami ke Onosaki, disertai banyak rutukan dan umpatan ketika mobil terguncang-guncang di jalan yang tidak rata.

Tapi toh pukul sepuluh akhirnya kami sampai juga di Onosaki, area yang baru-baru saja bisa dicapai dengan jalan darat setelah tentara Jepang dengan alat-alat berat membangun jalan ke daerah itu. Mungkin sebelumnya tim SAR hanya bisa ke situ dengan perahu, dan karena baru berhasil diakses baru-baru ini, sebagian besar puing-puing dan sampah-sampah yang ada belum tersentuh.

Jadi tugas kami selama di Onosaki adalah mengumpulkan dan menyortir barang-barang yang tersapu, terendam, dan tergeletak di sekitar sisa-sisa perumahan yang masih berdiri.

Tim kami bergabung dengan tim lain dari Osaka yang terdiri dari mas-mas kekar yang bikin saya insecure--kalah ramping, kalah kuat, kalah kekar. Gue berasa ngga manly pisan lah!

Di siang harinya, rombongan sukarelawan dari Taiwan bergabung dengan tim kami, dan pukul tiga kami berhasil "membersihkan" areal dua rumah.

Nggak banyak ya, hanya dua rumah untuk satu hari? Tapi biar hanya dua rumah, ada banyak kejutan seperti kulkas yang belum dibuka lima bulan yang berbau comberan dan futon yang terendam lalu teronggok di tanah becek berbulan-bulan: bau, berat, dan menjijikkan.

Sampah yang ada sendiri dikelompokkan jadi beberapa onggokan terpisah: onggokan kayu (basah, kering, dahan, serpih, furnitur rusak, tripleks, dll), onggokan plastik (styreofoam, kresek, bagor, dll), onggokan kaca (jendela, cermin, botol), onggokan metal (kaleng, kulkas setan di atas, elektronik lain, rangka rumah kaca, dll) dan onggokan baju (termasuk futon celaka di atas, jala, dan tatami basah).

Sampah yang sudah disortir itu lalu dionggokkan di tepi jalan besar, supaya gampang diambil truk raksasa untuk disatukan dengan onggokan serupa lainnya.

Onggokan pinggir jalan itu tingginya rata-rata dua meter lebih dan rangkaian onggokan tersebut mengular ratusan meter. Semua sampah. Berkarat, basah, kotor dan/atau bau.

Kalau ada moral yang bisa dipetik, moralnya adalah jangan punya barang banyak-banyak, kalau ada bencana susah diselamatkan, susah juga buat dibersihkan.

Sampai hari Jumat kami bekerja di area yang sama, dengan anggota yang berbeda-beda. Kami sempat membersihkan satu area bersama sukarelawan Peace Boat, On The Road (ini bukan program sahur televisi), RQ, dll. Anggota tim kami sendiri juga berganti-ganti. Di hari pertama ada Cerin dari Perancis yang ikut rombongan kami, lalu hari berikutnya ada dua bersaudara Fergus dan Patrick dari Kanada, dan ada juga Julian dan Sheila dari Inggris--beda dengan Sheila dari Skotlandia yang mobilnya kami tumpangi di hari pertama, ada juga Tara dari Australia. Di hari terakhir di Onosaki, ada Peter dan Douglas dari Amerika.

Jelas Kizuna nggak muat buat menampung semua tambahan sukarelawan IDRO, dan memang ternyata IDRO punya basecamp sendiri di Funekoshi, yang lebih dekat ke Onosaki daripada Minami Sakai--lokasi Kizuna.

Basecamp kami sebenarnya adalah gedung SD tiga lantai yang masih utuh meski diterjang tsunami yang ketika datang menggenangi hingga langit-langit lantai dua. Mengagumkan juga kalau dipikir-pikir, karena gedung SD ini hanya berjarak ratusan meter dari ujung dermaga. Tapi mungkin juga ini karena dermaganya tidak langsung menghadap samudera Pasifik tapi menghadap teluk kecil.

Quentin bercerita kalau hanya dua orang di Funekoshi yang meninggal karena tsunami: mereka terlalu percaya kalau tsunami tak akan sampai rumah mereka yang terletak di belakang gedung SD jadi ketika tsunami datang mereka tetap di rumah mereka dan tidak terselamatkan. Untungnya warga yang lain yang lebih bijak mengungsi ke dua bukit yang mengapit Funekoshi selamat dari amukan tsunami.

Selama kami tinggal di Funekoshi, tiap pagi sebelum berangkat ke Onosaki membantu warga lokal membersihkan pantai/dermaga mereka dari sampah apungan kayu yang tiap malam dibawa air pasang ke daratan. Seperti sampah di Onosaki, sampah ini juga akhirnya ditimbun di lokasi penimbunan terdekat: di balik gedung SD basecamp ada areal seluas satu lapangan bola dengan sampah yang menggunung setinggi dua lantai.

Meski resminya Funekoshi ini adalah basecamp IDRO hingga akhir Agustus, nyatanya kami sering juga meninggalkan basecamp ini: saya sendiri cuma merasakan dua malam di Funekoshi, dan Sabtu dini hari kami semua meninggalkan Funekoshi menuju Kaneyama di Prefektur Fukushima untuk dua hari berikutnya.

Berikutnya: Kaneyama (3/3)

No comments: