Thursday, April 4, 2019

Pantai Revere

Boston, 14 Februari 2018

Tahukah kalian bagaimana camar makan kerang, meski mangsanya ini berlindung di balik cangkang?

Aku tadinya tidak tahu, tapi sore ini membawaku ke Pantai Revere, dan di sana aku menemui banyak burung camar. Pantai Revere sepi, sama seperti terakhir kali aku datang ke sana beberapa bulan lalu. Wajar memang pantainya sepi, karena orang yang waras ngga bakal pelesir ke pantai di bulan Februari. Angin berembus dingin dan tidak ada pilihan selain tetap membungkus diri dengan lapis-lapis jaket musim dingin.

Aku ada di pantai ini karena seperti biasa, aku tidak bisa menghitung diri ada di golongan yang waras. Semester dua sementara berjalan, dan dua minggu lagi aku ujian. Setiap minggu aku hitung total jam kerjaku lebih dari 80 jam yang aku habiskan untuk belajar mati-matian. Ini belum juga waktunya ujian, tapi ada tiga PR dengan tenggat yang saling bertumpukan.

Aku sudah tidak bisa mengingat kapan terakhir kali aku rehat di akhir pekan: hari Sabtu dan Minggu tidak ada bedanya dengan hari lainnya karena toh aku ke kampus juga. Bawa bekal seadanya, lalu berkutat di meja kantin FH. Dinding mereka kaca, jadi kantinnya terang dan enak jadi tempat membaca. Dinding mereka juga menghadap ke Sungai Charles, jadi pemandangan bantarannya menenteramkan untuk dijadikan selingan.

Tapi tiga hari terakhir buruk sekali. Senin adalah tenggat PR ekonometrika, Selasa tenggat ekonomi makro, dan hari ini tenggat ekonomi mikro. PRnya susah-susah, dan aku mulai lelah.

Tugasku aku kumpulkan jam 10 pagi di awal kelas. Pukul empat, Laurie yang sekelas denganku bertanya apakah aku berminat menyambangi kantor Hiro—dosen ekonometrika kami—untuk konsultasi. Aku tampik dan bilang aku mau jalan-jalan dan tidur biar waras.

Inilah alasannya kenapa aku lalu menuju Pantai Revere. Karena aku sudah berniat mau rehat setengah hari, aku membebaskan diri untuk mengamati sekelilingku. Aku ingat Mbak Yanti pernah menganjurkan aku ke stasiun atau terminal lalu mengamati orang-orang yang berlalu-lalang. Ketika naik dari stasiun di depan kampus, aku mengedarkan pandang dan mendapati pandangan hampir semua orang terpaku pada layar yang mereka genggam. Aku pun menimang-nimang ponselku di genggaman tangan.

Aku naik kereta tujuan Wonderland untuk ke Pantai Revere. Nama stasiun tujuannya enak didengar, dan terasa pas dengan tujuanku melepas penat. Aku ganti kereta dua kali: sekali di Park Street, lalu di Government Center. Di kereta terakhir, ada beberapa bangku kosong di gerbong paling depan. Di bangku sebelahku, seorang penumpang sebelumnya meninggalkan dua eksemplar JAMA, Journal of American Medical Association. Tanggal di sampulnya menunjukkan edisi ini terbitan Agustus 2017.

Senyumku tidak tertahan ketika aku sampai di pantai. Aku membayangkan ketika bulan Juni datang, pantai ini akan ramai dipenuhi orang. Aku justru akan mengurung diri untuk ujian agar aku bisa bertahan.

Di kejauhan aku melihat orang-orang berjalan berdua. Aku hampir lupa ini hari Valentine—tapi di kereta aku melihat juga beberapa orang membawa ikat-ikat bunga. Cori—teman sekelas dan serumahku—kemarin bertanya apakah aku ada rencana spesial dengan Freida. Aku hanya tertawa. Yang bener aja brooo.

(Aku janjian bakal ketemu dia besok kok tapi btw. Dia nawarin buat masak sayur bening buat dimakan sambil belajar di kampus besok. Aku mungkin bawa masako simpananku juga supaya sayurnya ngga terlalu sehat.)

Tapi itu untuk besok. Sekarang aku justru membayangkan clam chowder. Ini adalah masakan khas Massachusetts, dan aku jadi bertanya-tanya mengapa banyak cangkang kerang terserak di pasir pantai yang menghampar. Cangkangnya besar-besar: aku bayangkan Kaia, dan sepertinya kerang-kerang ini lebih besar dari telapak tangannya. Beberapa retak ketika aku injak.

Aku mendengar bunyi gedebuk tak jauh dari tempatku berdiri. Tidak lama, seekor burung camar datang melayang: ternyata yang jatuh adalah seketul kerang. Burung ini datang untuk menyantap kerang yang sudah ia jatuhkan. Sambil memaruh isi cangkang, burung ini menghalau camar lain yang mengincar kerangnya. Ketika aku beringsut mendekat, ia melirikku lalu mencotok cangkangnya menjauh.

Ketika camar itu berlalu, aku berdiri termangu. Kini aku tahu bagaimana camar berburu.


1 comment:

ibnuhabibi said...

Menikmati sekali membaca ini, mas.

Terima kasih ya sudah tetap menulis, kupikir2 rasanya perlu juga agar tetap bisa waras. Hahaha

Semoga studinya sukses dan lancar ya, mas. Salam dari pulau Jawa.