Wednesday, September 22, 2021

Selusin RAs(ul)

Musim panas kemarin adalah musim panas yang melelahkan. Seandainya tidak, mungkin aku tidak juga tuliskan di sini. Tapi waktu berlalu, musim berganti baru, dan… kesibukan kok tetap memburu jadi kelelahan ini tak kunjung luruh. 

Yang ada justru makin berasa dipacu. 

Di awal musim panas, aku bertolak ke Indonesia. Aku dapat vaksin dari uji coba AstraZeneca di Amerika dan vaksin reguler Pfizer untuk semua warga. Maka aku pulang dengan penuh harapan memajukan pekerjaan, bertatap muka dengan keluarga, kawan dan handai taulan, dan mungkin menyisihkan sebagian liburan untuk melancong dan berpelesir. 

Yang ada aku justru terkungkung gelombang kedua korona di Jakarta. Ini memang peristiwa dahsyat: Iis kena. Danti. Ada satu kawan meninggal dunia. Sepupu-sepupu kena juga. Pun Freida, yang sudah lengkap vaksinnya, sehari sebelum jadwal keberangkatannya jadi harus diisolasi karena hasil tes PCRnya positif. 

Maka mau tidak mau aku pupuskan rencana pesiar ke Biak ataupun Bengkulu. Dari rencana semula membonceng agenda kerja Mbak Yanti, semua kami urungkan. Dan kami kembali berpaku—terpaku—berjibaku dengan layar-layar persegi sebagai tempat koordinasi pengganti. 

Aku bercerita pada Mbak Yanti bahwa urungnya pesiar kami lazimnya berarti aku kembalikan dana tunjangan yang aku anggarkan untuk perjalanan ke si donor asal. Timpalnya, “Kenapa ngga kamu cari orang daerah Syhur? Anggap sebagai kunjungan virtual.”

Aku menimbang saran ini, dan seperti beberapa saran sebelumnya darinya, ini sangat masuk akal. Yang aku belum tahu saat itu, ini ternyata jadi salah satu sumber utama kerepotanku.

Pasalnya, aku jadi merekrut, menyaring, dan harus mengelola orang-orang yang aku jaring. Jaringnya kusebar luas, yang berujung pada musim panas ini aku membawahkan banyak nian orang.

Tiga paket, RP-CW, TP-CS, HS-TM, memang sudah terkait proyek lama dan baru di J-PAL SEA. Dua paket untuk bersih-bersih narasi permintaan donasi, AI dan JA. Tiga paket di berbagai penjuru Indonesia: RN, RC, dan FM. Paket AN dibiayai BU aku kelola jarak jauh untuk mendigitalkan data sekolah lama. Terakhir, ada tiga paket untuk pembacaan sumber sejarah era Belanda: JN, BG, dan RM. Total jenderal ada dua belas paketan RA. Masing-masing menjadi perpanjangan tangan beragam kegiatanku bersama berbagai kolega. Mereka macam rasul namun mewartakan kabar dan pertanyaan keilmuan—meski ini hanya tepat kalau aku punya delusi bersetara mesias. 

Tidak semua paket ini mudah dikelola. Ada yang tahu-tahu lenyap tidak berjejak. Ada yang terkendala sinyal. Terakhir, ada yang lapor terkena corona. Sebagian bisa dimitigasi dan dipandu. Sebagian memang sudah mandiri atau dapat dukungan terstandar. Sebagian… mau tidak mau harus direlakan, dengan usaha yang terbuang percuma dan sia-sia.

Apakah aku terbayang ketika mulai melanjutkan studi aku akan harus mengelola orang lebih banyak dari posisiku sebelumnya sebagai penyelia? Tentu tidak. Apakah ini hal yang aku sambut dengan gembira? Tanggung jawab pelaporan yang datang setelahnya jelas tidak membuat hari-hariku bahagia. Hatiku akan lebih ringan ketika tetek-bengek administrasi ini tuntas diterima oleh semua pihak pendana yang memintanya.

Satu hal yang jelas: aku perlu liburan. Yang betulan. 



Cape euy.


No comments: