Seorang kawan mengunggah fotonya di depan markah nama universitasnya ke Instagram dengan takarir ungkapan syukur atas orgasme intelektual terus-terusan yang ia dapatkan dari program pascasarjana yang sedang ia tempuh saat ini. Saya yang membuka Instagram karena mencari selingan belajar jadi penasaran, pembelajaran macam apa yang kawan saya ini dapatkan di sana?
Rasa penasaran saya tebersit dari pengamatan saya atas proses pembelajaran saya sendiri. Selama setahun terakhir ini, saya menggauli diktat-diktat yang berkutat pada makalah-makalah ilmiah besar. Saya belajar tentang berbagai terobosan penting yang dihasilkan para ilmuwan besar yang berpengaruh dalam membangun fondasi riset ilmu ekonomi modern. Tapi saya tidak menggapai "puncak kenikmatan seksual" dari proses pembelajaran saya. Apakah ada yang salah dengan saya?
Dan apakah kawan saya menggapai kepuasan seksual dari mengamati senggama intelektual yang ia temui di kuliahnya? Kalau iya, apakah dia semacam voyeur?
Sambil pulang, saya membawa sebagian diktat di tangan--rasanya seperti mengangkut stensilan. Saya jadi berpikir, kalau program si kawan bukan melulu ceramah dan membaca makalah, dugaan voyeurisme ini menjadi tidak sahih. Mungkin ia terlibat langsung dengan riset yang dilakukan di universitasnya, dengan profesor dan para staf pengajarnya. Pesta seronok langsung berkelebat di benak saya.
Saya hanya bisa berharap keterlibatannya berdasarkan hubungan suka-sama-suka. Di sisi lain, ketika ia harus bergelut dengan hasil penelitian yang bertentangan dengan konsepsi yang sebelumnya ia pegang, apakah ini suatu bentuk rudapaksa? Perih!
Kemudian apabila kita bicara fakta bahwa banyak program pascasarjana di disiplin ilmu tertentu yang didominasi oleh figur para pria, bagaimana kita menempatkan kenikmatan seksual yang diraih para mahasiswa ini dari proses mereka-reka body-of-work sesama akademisi pria ini di benak mereka?
Terlepas dari orientasi masing-masing cendekia, satu hal yang jelas adalah bahwa upaya memalsukan data adalah setara dengan mengubah penelitian menjadi pelacuran.
Alamak, pelik nian. Mungkin ini sebabnya pendidikan seksual yang pas harus menjadi hajat bersama. Agar tidak semua peristiwa bermuara pada glorifikasi senggama.
*Lalu direspon warganet, "Halah, tahu apa kamu soal~"*
No comments:
Post a Comment