Ibu guru dulu bilang, buah dan sayuran adalah bagian dari empat sehat lima sempurna. Biar tetap sehat, katanya. Vitamin dan serat baik untuk raga. Anehnya, biar sayuran semua dianggap setara, begitu tentang buah semua mau angkat bicara.
Biarlah, toh semua orang punya buah kesukaan masing-masing.
Karena lembut rasa dagingnya, ada yang cinta durian. Aromanya semerbak, rasanya memabukkan. Meski banyak dijual di jalanan, banyak pula yang hanya bisa memendam hasrat yang mengawang.
Tapi orang bule tak suka durian. Di kamar hotel mewah durian dilarang, sama seperti binatang piaraan. Katanya tak boleh membawa benda berbau tajam. Sebagian lain bilang kulitnya yang berduri bikin upaya tak sepadan. Sampai-sampai ada peribahasa menunggu keruntuhan durian.
Lalu ada yang bilang apel itu buah surga. Yang bikin terusirnya Adam dan Hawa, kena murka Yang Maha Kuasa. Manis, berair dan penuh gizi, tak heran banyak pula yang suka. Kadang-kadang biar singset makan satu hari cukup apel saja.
Dan lagi-lagi ada yang murka. Katanya itu buah dari Barat budayanya. Kalau kita cukuplah mangga saja. dibilang pula itu apel yang membuat Adam berjakun dan Hawa punya buah dada. Buah dada, sumber godaan para pria. Bikin naik turun buah adam saja.
Sementara ada yang tergila-gila dengan mangga. Emas warna dagingnya, lembut dan manis di lidah kita. Bagaimana tidak? Editorial Kompas tahun enamlima sampai menduga, mungkin bukan apel tapi manggalah si buah surga. Aromanya wangi tak terkira, manggalah buah tropis yang paling prima.
Tentu saja tak semua memuja mangga. Buah musiman, mana bisa memuaskan dahaga sepanjang kala? Belum lagi seratnya yang melilit gigi. Kalau tidak hati-hati malah bikin repot sendiri.
Kasihan pula nasib tomat. Merah ranum nan menggoda, banyak orang mempertanyakan statusnya.
"Sayuran!" kata sebagian.
"Itu buah!" bela yang pendapatnya berlainan.
Tentu saja tomat tak sendiri. Ada cabai yang juga jadi anak tiri. Kadang mereka bersua, dan bersama garam, bawang, dan terasi berkomplot membuat orang menitikkan air mata.
Para pramuka berpendapat paling superior ya buah kelapa. Tak tanggung-tanggung, mereka kibarkan lambang tunas kelapa kemana-mana. Sambil hafalkan dwidarma dan dasadarma.
Mungkin tak hanya anak-anak yang tak suka pramuka, apalagi buah kelapa. Disuruh datang oleh pembina, uh malas tak terkira!
Lain lagi kisah buah jeruk. Jingga kulitnya, sedap dipandang mata. Harumnya bikin orang bernafas lega. Kini ruangan aroma jeruk jamak rasanya.
Tapi jeruk pun tak tanpa cela. Dituduh tak konsisten dengan buah sesaudara. Dibandingkan dengan jeruk nipis yang kecil masam, disandingkan dengan jeruk bali yang besar hambar.
Untung jeruk bali hatinya besar. Bilang kulitnya bisa dibikin mobil-mobilan dengan roda bundar. Biar tak akurat yang penting tak bikin tangis anak-anak terus-terusan diumbar.
Begitulah jika para tukang buah berlaga. Tak ada yang bisa memuaskan segalanya. Tukang durian membenci tukang mangga, tukang jeruk dan tukang kelapa banyak kelainya.
Maka ketika saya datang ke perkumpulan lengkeng tanpa sengaja, tak kaget lagi banyak yang umbar kata-kata cela dan hina. Lengkeng, kecil buahnya, manis rasanya, rupanya hitam legam bijinya. Tak tampak berbahaya, tapi toh sama saja dengan buah lainnya.
Tidakkah ini membuat Anda bertanya, bagaimana pendapat buah itu sendiri antar sesama? Toh pans buah dan es shanghai segar tak terkira. Mungkin hanya tukang buahnya yang perlu ganti kacamata kuda.
Tapi jangan disangka ini metafora. Saya tak benci durian, apel atau mangga. Kalau saya diberi jeruk, tomat dan kelapa saya terima saja. Saya hanya sedang ingin semangka.
---
Gambar durian dari sini, lengkeng dari sini, sambel dari sini, mangga dari sini. gambar mangga oleh fir0002 sesuai lisensi GFDL
Saya baru saja mengecek kotak pesan suara saya, dan ternyata saya diajak ikut perkumpulan lengkeng lagi besok sore! Sheesh.
No comments:
Post a Comment