Saturday, October 26, 2013

Di Balik Layar

//reposted from http://indonesiamengajar.org/cerita-pm/masyhur-hilmy-2/di-balik-layar



Tahukah kamu apa saja resepnya untuk membuat tulisan seperti Belajar Mencintai Indonesia?

Yang pertama, siapkanlah notebook yang baterainya penuh. Yang kedua, waktu dan tempat. Terakhir, anak-anak.

Tambahkan pula kesabaran dalam dosis tinggi untuk melakukannya di SDN Trans Batui 5. Karena di balik setiap cerita seperti di atas, ada banyak respon yang seperti ini:

"Pak, panas pak!" seru Riski.

"Pak Guru, haus Pak!" ujar Libra.

"Pak, saya di kelas saja, tidak usah ikut menonton," kata Niluh. Kali itu memang aku bawa mereka di ruang kepala sekolah untuk menonton karena aku berpikir ruang Kepsek sedikit lebih gelap sehingga aku bisa menggunakan proyektor genggam kami. Selain itu, karena ruang kelas kami harus berbagi dengan kelas 3, aku berharap anak-anak bisa lebih fokus menontonnya.

"Pak, tidak kedengaran suaranya!"

"Pak dorang baribut tidak mau diam."

"Badiam oi!"

"Pak, ijin kencing," ujar Liong sambil nyengir (dia tidak benar-benar mau kencing).

"Pak, kelas enam boleh ikut nonton?"

"Kelas tiga masuk sana woi!"

"Nia, kelas dua tidak boleh!" Mamat.

"Pak, dorang baribut!"

"Pai, kepala!" Arif.

"Pai, nga pe kepala bapele!" Anak-anak protes kepalanya Rifai menghalangi pandangan mereka ke layar.

"Pak, mengantuk pak."

"Beapa dorang ini Pak?" tanya anak-anak SMP yang melongok masuk ke ruang Kepsek karena penasaran. So much for creating distance from disruption.

"Pak, mencatat saja di kelas Pak, beh." Fitri.

"Pak, saya kembali ke kelas saja ya," Ayu.

"Pak, dorang Aksan dan Ari keluar Pak!"

"Badiam oi!" Libra.

"Paak, paa-naaas," Aksan.

"Pak, torang tadi tidak dapat istirahat." (Aku kasih mereka istirahat setengah jam lebih awal, tapi masuk setengah jam lebih awal juga agar waktunya cukup untuk menyelesaikan menonton. Tapi tentu mereka tahunya mereka masih asyik main bola, eh dipanggil masuk).

"Pak, dorang yang lain so pulang, Pak!" Lonceng pulang jam 11 sudah dipukul memang, sementara filmnya masih 10 menit.

"Yes, pulaaaaang!" ketika aku akhirnya membebaskan mereka pulang setelah filmnya selesai. Aku menghela nafas panjang.

Jujur saja, aku tidak tahu apakah murid-muridku mendapatkan pesan tentang menjaga keutuhan NKRI dengan bersikap adil dan melawan ketidakadilan sistemik yang menjadi tantangan Denias. Aku tidak yakin mereka mengerti kenapa "peta Indonesia"nya Denias disorot berulang kali. Mereka mungkin belum semua kenal letak relatif pulau-pulau besar Indonesia. Aku tidak yakin mereka mengambil hikmah dari nasehat gurunya ketika adegan Denias berkelahi dengan Noel--mereka ikut menyoraki perkelahian itu, macam kalau di kelas.

Maka kuhela nafas panjang di akhir hari pelajaran.

Ketika aku mengunci kantor guru dan bersiap pulang, Apri bilang padaku, "Ceritanya gagah tadi Pak, sa sampai tidak berkedip sama sekali."

Dan aku bisa tersenyum lagi.

No comments: