Tuesday, October 28, 2014

Risalah Kumpul Alumni PM: Menulis Perjalanan

Saya tidak pernah berangan-angan hidup di Jakarta, lha wong suka sama kotanya saja tidak. Tapi usai penempatan Indonesia Mengajar, saya mendapati diri saya teronggok di Jakarta. Beruntungnya, di kota ini ada banyak kegiatan yang bisa dicari, termasuk kumpul-kumpul alumni pengajar muda. 

Salah satu kegiatan yang digagas di bulan Februari adalah bincang-bincang dengan Agustinus Wibowo, penulis/penjelajah yang sudah menghasilkan tiga buku: Selimut Debu, Garis Batas, dan Titik Nol. Ketika saya datang ke keramaian ini, saya belum familiar dengan karyanya, dan datang utamanya karena ingin ramai-ramai saja. Tapi saya pulang dengan kepala sarat muatan, plus rasa penasaran untuk membaca buku-bukunya. Catatan dari sesi tersebut waktu itu saya unggah ke milis alumni PM, yang sekarang saya unggah ulang di sini:



From: Masyhur Hilmy
To: <alumnipm@yahoogroups.com>; 
Subject: [alumnipm] Sharing dengan Agustinus Wibowo (Review) 
Sent: Thu, Feb 9, 2014 8:59:58 PM 

Dengan risiko kelihatan banget kurang acaranya (nongol di banyak DA, kelas Alumni, bikin-bikin review, harap maklum aja, PM baru pulang dari penempatan), saya mau menulis review sharing Mas Agustinus kemarin. Jadwalnya yang diiklankan memang hanya sampai jam 12, tapi ternyata baru berakhir hampir jam satu. Tapi hampir ga berasa lama karena banyak yang disampaikan, kata-kata masnya dan yang dari slidenya banyak yang tweetable banget tapi susah buat ditweet karena sinyalnya jelek (apa hp saya aja?), dan banyak camilan (Yay Mbak Cella!).

Review ini panjangnya 1666 kata, jadi kalau teman-teman kecepatan bacanya setara dengan siswa kelas 5 SD (KD 3.2 Menemukan gagasan utama suatu teks yang dibaca dengan kecepatan 75 kata per menit), kira-kira teman-teman akan perlu 23 menit. Kalau bisa baca sampai selesai, menemukan gagasan utamanya dengan waktu di bawah itu, saya ucapkan selamat! Anda memang layak sudah tidak lagi duduk di kelas 5 SD. Kalau ternyata perlu lebih lama yaaaaaa silakan introspeksi sendiri :)

Pas acara berlangsung saya juga lihat ada Taci muter-muterin laptop di dekat Mas Agustinus yang webcamnya nyala, jadi mungkin ada arsip sharing kemarin dalam bentuk gambar bergerak sebetulnya. Yang jelas ada adalah arsip dalam bentuk livetwitnya Mbak Shally. Jadi saya mau nambahin yang ditwit Mbak Shally aja sebenernya. Anggap aja ini livetwitnya @shallypristine, chirpified with commentary. 
Tuips.. Sy mo livetwit sharing mas @avgustin88 bareng alumni @pengajarmuda yaa. Hashtagnya #MenulisPerjalanan
— shally pristine (@shallypristine) February 8, 2014
1. Tulisan perjalanan adl genre yg sdh sangat tua, memengaruhi sejarah. Misal: Marcopolo, Ibn Batutah #MenulisPerjalanan
— shally pristine (@shallypristine) February 8, 2014
Sejarah bangsa kita tidak cuma berawal dari penjajahan, tapi juga penjelajahan. Karena Marco Polo menulis tentang rempah-rempah di kepulauan nusantaralah bangsa Eropa datang ke nusantara, sementara Colombus berlayar mencari India. Saya tidak tahu apakah Mas Agustinus seorang apologis kolonialisme, tapi bisa dilihat logikanya menarik untuk diulik.

Tweetable quote yang lain: Bangsa yang besar adalah bangsa-bangsa yang melakukan penjelajahan dan menuliskannya.
2. Zaman skrg hampir gada tpt yg blm dikunjungi org. Jd kl mau bikin tulisan perjalanan, baiknya yg personal #MenulisPerjalanan
— shally pristine (@shallypristine) February 8, 2014
Marco Polo boleh aja sekadar menuliskan ada apa di Jalur Sutera, karena di abad ke-13 memang belum ada Wikipedia. Sekarang sudah ada Wikipedia, jadi kalau hanya menuliskan ada apa di Kashmir, nilai tambah tulisannya jadi minim. Inilah kenapa ia menyarankan tulisan perjalanan baiknya personal.
3. #MenulisPerjalanan bs menggunakan banyak cara, misalnya jurnalisme sastrawi dan nonfiksi kreatif
— shally pristine (@shallypristine) February 8, 2014

4. Mas @avgustin88 sharing ttg nonfiksi kreatif. "nonfiksi" ky bosen, tegang. Krn diramu dg imajinasi, jd kreatif n beda #MenulisPerjalanan
— shally pristine (@shallypristine) February 8, 2014
5. Komponen nonfiksi kreatif: gaya suara, perspektif, fakta, imajinasi. Cerita jd beda tp semuanya benar. #MenulisPerjalanan
— shally pristine (@shallypristine) February 8, 2014

6. Cerita=alat utk menyampaikan pesan. Beda dgn berita. #MenulisPerjalanan
— shally pristine (@shallypristine) February 8, 2014

7. Kontrak dg pembaca buku nonfiksi kreatif: harus asyik dibaca sekaligus benar. #MenulisPerjalanan
— shally pristine (@shallypristine) February 8, 2014

8. Jgn langgar kontrak dg pembaca. Kl memoar ya nonfiksi. Novel br boleh memasukkan unsur fiksi. Cth: Three Cups of Tea #MenulisPerjalanan
— shally pristine (@shallypristine) February 8, 2014

Di fiksi, cerita harus menarik. Di non-fiksi, harus berdasar fakta. Non-fiksi kreatif berarti tetap berdasar fakta, penulis tidak boleh menambah-nambahi. Yang ada di kutipan langsung harus yang benar-benar diucapkan. Tapi penulis boleh menyunting (baca: memangkas) agar tulisan lebih enak dibaca. Three Cups of Tea jelas adalah contoh yang tidak boleh ditiru siapapun yang ingin menulis non-fiksi kreatif.
9. Perjalanan yg baik: Traveling w/ purpose, komunikasi, observasi, riset, sudut pandang baru, lbh dr destinasi, terbuka #MenulisPerjalanan
— shally pristine (@shallypristine) February 8, 2014

10. (Contd) tulisan perrjalanan yg baik jg harus jujur, sampaikan jg soal emosi. #MenulisPerjalanan
— shally pristine (@shallypristine) February 8, 2014
Good writings come only from good travels. Lalu apakah good travel itu? Sembilan komponen utama ada di dua tuit di atas.
11. Sumber ide: mengaitkan tulisan dg pembaca, misal kodok. Apakah kita harus mencium byk kodok utk bertemu dg pangeran? #MenulisPerjalanan
— shally pristine (@shallypristine) February 8, 2014
12. Sumber ide: write what you know, write what you like. Cari bigger picture dr man from the street #MenulisPerjalanan
— shally pristine (@shallypristine) February 8, 2014

Kadang-kadang kita ketemu pribadi yang menarik untuk ditulis karena unik. Tapi, buat agar tulisan kita tentangnya tetap beresonansi dengan pembaca. Ketika Hadza diulas di majalah National Geographic, misalnya, sang penulis mengontraskan kehidupan mereka yang menjanjikan kebebasan, tanpa terkekang pekerjaan 9-to-5, tanpa terkekang cicilan, atasan, pakaian. Mau kentut sambil jalan juga terserah. Pembaca yang hidup di kota dengan pekerjaan 9-to-5 yang tertekan oleh atasan tapi bertahan demi cicilan macam-macam, termasuk pakaian yang bikin susah kentut sambil jalan akan dengan sangat mudah menarik kontras antara dirinya dengan orang-orang Hadza.
13. Observasi: pakai alat bantu, 5w+1h, wawancara, riset. #MenulisPerjalanan
— shally pristine (@shallypristine) February 8, 2014
Di sini mungkin kita bisa belajar dari orang-orang desa yang banyak kepo ketika di penempatan, karena kata masnya juga, kepo is your best friend. Tanpa kepo dan interaksi, nanti jadinya tulisan kontemplasi semua. Lah ini mau bikin tulisan buat orang lain apa sekadar buku harian? 

Tapi buku harian bukan tidak penting. Buku harian bisa menjadi bahan pendukung riset, apa lagi ketika kita ingin menuliskan perjalanan yang sudah selesai beberapa tahun yang lalu. Tanpa buku harian, kita tidak akan ingat bahwa di training camp PM V Abah Iwan pernah bilang kalau, "Nyaho cantang teu ngarti, ngarti cantang teu bisa, bisa cantang teu tuman." Iya, saya tau kok, males banget ih nulis buku harian. Tapi kalau mau jadi penulis yang baik dan latihan nulis buku harian aja ga bisa, gimana bakal kuat rewrite draft sampai 22 kali kayak yang dilakukan Mas Agustin?
14. Menuliskan perjalanan juga adalah sebuah perjalanan. #MenulisPerjalanan
— shally pristine (@shallypristine) February 8, 2014

Dari titik ini masnya mulai bergerak ke hal-hal yang lebih teknis tentang penulisan. Ia bilang, sebagai penulis, ia (dan kita juga lah) akan banyak menabrak tembok-tembok sebelum akhirnya keluar tulisan yang bagus dari labirin pikiran. Tulisannya akan banyak memarnya, karena banyak menabrak tembok (ini adalah contoh mencampuradukkan metafora yang sebetulnya harus dihindari lho). Tembok-tembok yang ada, akhirnya terkait dengan struktur tulisan:

I. Pembukaan
15. Buat pembukaan yg menarik. Hindari yg biasa digunakan. Misal: cuaca, waktu, transportasi yg gak berhubungan sm alur #MenulisPerjalanan
— shally pristine (@shallypristine) February 8, 2014

Pembukaan sebaiknya memberi petunjuk tentang isi tulisannya. Jangan dibuka dengan:
- Matahari bersinar cerah .... (atau sebaliknya, "Mendung menggelayuti kota ...." terlalu biasa lah dibuka pake cuaca.)
- pada tanggal 28 Desember jam 6 pagi saya ....
- Pesawat mendarat di ... / Angkot berjalan dari ... (kecuali mungkin kalau memang tulisannya adalah tentang si pesawat itu atau angkot itu)

Yang ini bukan dari masnya, tapi contoh-contoh pembukaan bagus ada di banyak buku fiksi dan non fiksi. Salah satu favorit saya adalah pembukaannya Jesse Bering:
"God came from an egg. At least, that's how He came to me. Don't get me wrong, it was a very fancy egg. More specifically, it was an ersatz Faberge egg decorated with colorful scenes from the Orient."

Tapi bagi yang sibuk dan tidak sempat baca banyak buku, jangan kuatir, ada internet untuk membantumu mencari inspirasi! Ada banyak pembukaan keren di Tumblrnya Kick-ass Lede http://kickassledes.tumblr.com/ 
16. Show. Don't tell. Caranya: buat kalimat jd aktif. Hindari kata sifat. Deskripsikan. #MenulisPerjalanan
— shally pristine (@shallypristine) February 8, 2014
Kalimat yang aktif juga bisa membangkitkan imajinasi pembaca. Bandingkan:
- Pintu itu terbuka.
versus
- Seseorang, entah siapa, telah membuka pintu itu.
Di nonfiksi kreatif, Anda bisa memanfaatkan ketidak tahuan Anda untuk menciptakan imajinasi.

Hindari kata sifat. Kalau udah kata sifat dipakai, pembaca tinggal "Iya deh, gue percaya aja rumahnya indah/jelek/luas/besar/tinggi." Sementara kalau dijelaskan, pembaca bisa membayangkan sendiri. Di contoh Jesse Bering di atas, ia tidak berhenti begitu kata sifat dipakai (fancy), tapi ia mendeskripsikan telur macam apa sih yang menetaskan Tuhan (Faberge eggnya kayak apa).

II. Isi

Lho twitnya Mbak Shally udah abis? Mbak, masnya baru juga separo jalan ngomongnya di sini. Yaaah.

Tapi ya sudahlah, karena struktur dan alur tulisan ini udah terbentuk, maka tinggal dilanjutkan. Tulisan non fiksi pun baik juga kalau pakai alur seperti yang dipakai oleh cerita fiksi (Conflict-Climax-Denouement/Resolution). Plotnya bisa flashback, bisa linear. Cerita juga bisa berbingkai, seperti kisah 1001 malam. 

Tulisan yang berbobot premisnya jelas. Dan premis yang jelas akan membantu membuat tulisan koheren ketika penulis punya banyak tema yang ingin disampaikan. 

Di sini Masnya mewanti-wanti agar penulis nonfiksi kreatif tidak membebani tulisannya dengan pesan moral. Ini bukan kisah dongeng yang semua orang baik melulu atau buruk melulu. Ini bukan juga sinetron, yang baik keterlaluan baiknya, yang jahat pun biar taubatan nasuha ga bakal lolos dari neraka. Masnya bilang, "Berikan ruang pada karakter untuk jadi manusiawi," (mungkin ini bisa digunakan juga ketika menulis tentang local champion? Jangan saking positifnya kita lalu tulisan kita menjadi mendewakannya. Kecuali kalau local champion-nya dewa lokal yang dipuja sih. Tapi kalau dewa lokal ya menuliskannya ya tadi, jangan dibebani dengan pesan moral, apalagi ngotot dengan perspektif monoteisme.)

Ketika menulis, hindarilah generalisasi ("Semua orang pasti tahu ...."/"Siapa yang tidak tahu ...."), metafora yang buruk ("Tawa perempuan itu dalam dan serak, seperti suara anjing yang mau muntah saat diare."/"Dia tinggi seperti pohon, seratus delapan puluh tiga sentimeter."), menulis yang berbunga-bunga, dan frase-frase klise. Ingat juga bahwa dialog tidak sama dengan percakapan. Dialog adalah percakapan yang telah disaring.

Kadang, diam adalah emas. Kita bisa meniru komik yang memberikan ruang kosong untuk diisi pembacanya sendiri dengan imajinasi mereka. Di slide ini Masnya menampilkan empat gambar dari komiknya Guy Delisle:


Hal yang sama bisa digunakan dengan tulisan. Beri ruang kosong antara satu peristiwa dengan peristiwa yang lain dan biarkan pembaca mengisi sendiri ruang kosong itu. 

Terakhir, seimbangkanlah antara narasi, informasi, dan kontemplasi.

III. Penutup. 

Ada macam-macam penutup yang bisa digunakan, baik eksplisit, implisit, twist (biasa buat horor), melihat ke masa depan (seperti Harry Potter), gantung (sering ditemui di cerpen), ataupun penutup full circle. Untuk penutup full circle, penutupnya akan mengulangi kata-kata inti dari paragraf pembukanya.

Dan demikianlah sebagian besar yang dibagikan kemarin. Setelah materinya selesai, ada latihan dengan menggunakan dua contoh tulisan dari blog PM (yang hadir diminta mencari tahu hal-hal yang bisa ditingkatkan dari tulisan itu), serta satu contoh tulisan dari America's Best Travel Writings yang berjudul A Shared Plate

Saya membayangkan kalau Mas Agustinus baca review saya ini dia akan berkata kalau tulisan ini adalah tipikal jurnalisme, saya memasukkan semua catatan saya ke dalam tulisan ini. Untuk standar non-fiksi kreatif, jelas ini ga kreatif-kreatif amat, karena tulisan ini agustinus-sentris. Anggap saja ini tembok yang sedang sengaja saya benturkan, sekaligus ajakan untuk membantu membobol tembok ataupun memperbaiki tembok-tembok yang saya hantam. Yuk silakan ditambahkan atau dikurangi.

Salam,
Masyhur

No comments: